Kala krisis ekonomi pada tahun 1997, Gus Yus cbersama sama dengan ulama NU melakukan istikharah. Hasilnya, meminta agar Soeharto presiden otoriter yang maha kuat, saat itu turun. Tapi, sebelum berhasil bertemu, Soeharto sudah mundur. Pada 11 Mei 1998, sepuluh hari sebelum Soeharto lengser, Gus Yus mengajak H. Madini Farouq, keponakannya yang sekarang juga Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa Jember, untuk mengunjungi sejumlah kiai sepuh di Pantura. Mulai KE Abdullah Faqih Langitan, KH Maimun Zubair Sarang Rembang, KH Cholil Bisri clan KH Mustofa Bisri, keduanya sama sama di Rembang. Juga, KH Sahal Mahfudz, di Kajen Pati.
Setelah Soeharto lengser, peta politik berubah. Kran demokrasi yang selama 32 tahun dibelenggu. oleh tangan besi Soeharto telah pudar. Rakyat yang tidak lagi puas dengan keadaan politik waktu itu, menuntut aspirasinya diwadahi oleh partai partai baru yang lebih representatif Makanya, masa transisi reformasi diwamai oleh unjuk kekuatan sejumlah partai baru. Tak terkecuali warga NU. Mereka berkeinginan memiliki partai baru yang betul betul menjadi “rumah” nya. Gus Yus, menjadi salah satu tokoh yang menentukan, saat itu. Bahkan, dalam pertemuan di Rembang, Gus Yus dimasukkan menjadi salah satu tim berdirinya partai. Selanjutnya, ketika Partai Kebangkitan Bangsa dide klarasikan, Gus Yus diangkat sebagai salah satu anggota Dewan Syuro DPP partai bemomor urut 15 tersebut. Mengapa tiba tiba Gus Yus berubah pikiran untuk menerjuni dunia politik yang menurut banyak orang kotor ?. Bagi beliau, pada dasamya wilayah politik adalah wilayah terhormat karena menyangkut urusan kepentingan clan kebutuhan orang banyak. Karena itulah, makanya berpolitik menjadi tak bisa dihindari dalam kerangka amar ma’ruf nahi mungkar. ” Nah, justru kalau tidak dimasuki kiai sebagai penjaga mo ral, berarti sama dengan membiarkan politik itu kotor”, tukasnya dalam sebuah wawancara di Muktamar NU, Solo (28/11). Karena ini, bisa jadi politik merupakan sebuah kewajiban. Karena, urusan politik menyangkut legislasi yang merupakan hajat hidup banyak orang.
Dengan begitu, kata kiai yang pemah mengajar di STAI lbrahimy Banyuwangi, politik hanya digunakan sebagai wasilah, bukan ghayah untuk kemaslahatan ummat. Politik pada mana menggunakan kekuasaan sebagai penopangnya sesungguhnya sangat efektif untuk melakukan perubahan sosial. Siapa yang dapat mengubah struktur sosial yang tidak adil, jika ummat hanya berkutat di media kultural, tanpa ada penopang media struktural yang memperjuangkannya. Misalnya partai. Pun, bahwa jalur struktural (baca: politik) sangat dahsyat untuk melakukan pembelaan terhadap mereka yang selama ini tertindas. Karir politik Gus Yus semakin meroket. Setelah menjadi anggota Dewan Syuro, beliau juga didaulat menjadi anggota DPR RI Partai Kebangkitan Bangsa periode 1999 2004. Rentang waktu itu juga, beliau dipilih teman teman sejawatnya untuk untuk menjadi Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa MPR RI. Pada saat yang sama, Gus Yus dipilih untuk menjadi Ketua Pansus Amandemen UU NO. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU NO. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Tahun 2000, putra Jember ini dicalonkan oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa menjadi Bupati Jember, tapi takdir Allah menghendaki beliau untuk tetap aktif di Jakarta agar secara nasional lebih luas media perjuangannya.
Pada pemilu legislatif April 2004, beliau terpilih kembali menjadi duta rakyat Jember di Senayan. Gus Yus menjadi anggota DPR RI yang kedua kalinya, periode 2004 2009. Selang waktu yang tidak lama, beliau juga didaulat menjadi Ketua Komisi VIII DPR RI yang membidangi masalah agama, sosial dan pemberdayaan perempuan. Di komisi ini, Gus Yus pernah berkelakar menyebutnya dengan “Komisi akhirat”. Entah, apa maksudnya. Tapi, menurut Muhaimin Iskandar, ini lantaran Depag Pusat terlihat departemen yang paling korup yang harus direparasi.
Di mata koleganya, Gus Yus merupakan sosok politisi ulung nan gigih. Beliau juga memiliki idealisme yang kuat. Selain itu, sosok kiai yang senang menonton Piala Dunia ini juga dikenang dengan joke joke nya yang segar. Bahkan, siang hari sebelum kecelakaan pesawat itu terjadi, beliau sempat mengeluarkan humor yang membuat gelak tawa rombongan Mensos, Bachtiar Chamsah. Sehingga rapat yang berlangsung selama lima jam itu jadi tidak terasa gerah. “Pak Menteri tidak sedang menyaksikan action di film lo. Tapi, ini riil. Orangnya ada di sini. Jadi bukan film”, kata Gus Yus dengan sangat meyakinkan, begitu anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Marissa Haque yang juga bintang film itu, mengajukan pertanyaan dan pendapat dalam rapat kerja tersebut. Sontak, Bachtiar Chamsah yang pernah menjadi anggota DPR RI ini tertawa. Begitu pula peserta yang lain.
Menurut KH Lutfi Achmad, pengasuh PP Madinatul Ulum Jenggawah, ada 3 karakteristik sosok Gus Yus yang dikenalnya: akomodatif, kaya ide dan sangat toleran. Menurut kiai yang juga Ketua DPD PAN Jember ini, almarhum selalu menampilkan ketiga sikap dlm menghadapi berbagai persoalan di gedung DPR RI. “Thd setiap pendapat yg muncul, sikap akomodatif ini tampak dan dengan itu, beliau dikenal sebagai tokoh yang akomodatif. Soal ide brilian, tidak diragukan lagi. Selalu muncul ide ide baru dalarn membahas persoalan di masyarakat sebagai seorang politisi, ujarnya. Demikian halnya, ketika Memorandum I & Memorandum 2 dari DPR RI terhadap Presiden Abdurrahman Wahid. Persahabatan dengan KH Lutfi yg juga anggota DPR RI dari PAN ini tetap berjalan dengan baik. Buktinya, keduanya tetap naik kereta Sby Jbr bersama. Soal ide yang brilian, Azwar Anas, anggota DPR RI periode 2004 2009 ini juga menyatakan kekagumannya. Anas sendiri, sebelum ini menjadi DPR RI masa bakti 99-04. Dalam pandangan Anas, sosok Gus Yus benar benar bisa menjadi panutan kaum muda & politisi sekarang ini. Kiai ini, kata Anas, mampu meletakkan dua posisi sekaligus dalam waktu bersamaan. Yaitu sebagai kiai & juga politisi. Saya melihat ketika menjadi panitia ad hoc, Gus Yus banyak mengungkapkan gagasan gagasan yang brilian, tegas dan memberikan alternatif solusi, ujar Anas yang juga mantan Ketua Umurn IPNU ini. Anas merasa terpukul karena pagi hari, sebelurn Gus Yus meninggal sore harinya, bertemu dengannya.
Sementara itu, menurut Ali Mudlori, Wakil Sekretaris FKB DPR RI asal Lumajang ini, Gus Yus telah menjadi guru dan panutan dalam aspek kehidupan. Meski sekian lama terjun di dunia politik, akan tetapi di DPR RI, Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa periode 1999-2004 ini tidak hanya dikenal sebagai politisi, melainkan juga kiai yang paham politik. “Beliau tak hanya dikenal sebagai politisi, tapi juga kiai yang paham politik. Saat salaman, teman teman di FKB tetap mencium tangan Gus Yus”, tukas Ali yang sebelumnya menjadi Dosen STAIN Bengkulu ini. Ali juga menuturkan, Gus Yus acap kali menengahi rapat fraksi yang berjalan alot dan panas. Kiai humoris ini, lanjut pria kelahiran Banyuwangi, memiliki gaya khas untuk mendinginkan rapat yang memanas tersebut.
Di Senayan sendiri, dalam dua periode jabatannya, GusYus dikenal dekat dengan semua orang. Tidak terbatas pada anggota FKB, semua seakan dirangkul. Dialah yang banyak memediatori antar fraksi jika ada beda pandangan karena dikenal cerdas, pandai menemukan solusi dan humoris. Guyonan guyonan segarnya sering mencairkan suasana yang kadang tegang, tetapi tetap fokus pada subtansinya. ” Itu kepiawaian Gus Yus”, kenang Hj Aisyah Baidlowi, yang juga anggota DPR RI dari Partai Golkar dan Wakil Ketua Komisi VIII. Bersama KH Cholil Bisri (alm), peran Gus Yus sangat besar dalam “meredam” emosi teman temannya ketika Gus Dur dilengserkan dari Presiden RI.
Tepatlah kiranya, jika Gus Nadzir, kakak kandung Gus Yus yang juga pernah menjadi anggota DPR RI Partai Persatuan Pembangunan, menyatakan bahwa almarhum memegang teguh syair Arab: ” Wa ‘asyir bima’rufin wa samih man i’tada wa fariq wala kin billati hiya ahsan”. Bergaullah dengan baik, lapang dengan orang yang memusuhi dan berpisahlah, tapi dengan. cara yang lebih baik. Dik Yus, kata Gus Nadzir, memiliki hubungan baik dengan semua orang. Kalaupun ada yang tidak sejalan, Gus Yus dapat berlapang diri. Demikian halnya, kalaupun beliau mufaraqah, maka itu dilakukan dengan cara yang lebih baik. Gus Yus, oleh karenanya, selalu berpedoman pada sya’ir yang mengandung hikmat dan kearifan bernilai tinggi tersebut.
Sumber: Gus Yus Dari Pesantren Ke Senayan, Halaman 34 – 41