FOTO COPY “KYAI AHMAD SIDDIQ”

Kiai Haji Achmad Siddiq

Sosok unik yang bernama Gus Yus ini juga “cool”,bergaul dengan anak anak muda yang berpikiran maju modern. Dengan kata lain, beliau mampu berkomunikasi secara baik dengan mereka yang seringkali berseberangan dengan kalangan tua. Namun, pada sisi lain, Gus Yus mampu menjadi juru bicara kiai sepuh dalam berbagai hajat penting. Kiai sepuh bahkan seringkali mengamanatkan Gus Yus sejumlah pesan, baik kepada pemilik kebijakan dan atau yang lain. Padahal, sangat jelas jika kiai sepuh lebih tampak tradisional konservatif, sementara kawula mudanya sangat maju modern. Kadangkala, antara kiai sepuh dan anak muda NU berseberangan sikapnya, bahkan acapkali terlibat dalam konflik yang demikian keras.Sukar dibayangkan. Tapi inilah faktanya. Gus Yus, dalam segala ihwalnya, memang berupaya mencari j alan terbaik. Pemikirannya sering kali moderat. Tidak kaku alias fleksibel. Senyampang tidak menyangkut subtansi, beliau sangat luwes dan kerapkali memudahkan. Sikap luwes ini ditunjukkan beliau, sebagai metode dakwah yang efektif ke masyarakat. Pun, oleh karenanya, beliau tidak hanya mengajak kalangan santri untuk meramaikan Masjid Jami’ Al Baitul Amien. Tapi hatta mereka yang abangan, bahkan yang brutal sekali pun, diajak turut meramaikan masjid. Artinya, Masjid Jami’ Al Baitul Amien terbuka untuk kalangan tukang becak, hingga Bupati. Dari yang saleh, hingga yang mabuk mabukan. Karena, bagi Gus Yus, Islam adalah rahmat bagi semua orang. Itulah makanya, seperti ditegaskan Gus Nadzir,Gus Yus lebih berpikir “apa yang mungkin”, daripada apa yang seharusnya.”Apa yang mungkin”, menunjukkan, betapa beliau sangat menghargai keterbatasan ummat. Toh, ummat tidak dapat digebyah uyah untuk dapat sama, seia dalam hal pelaksanaan syari’at. Dalam proses hidup, Gus Yus pada akhirnya menyadari, bahwa praktek keagamaan ala Timur Tengah, seperti yang beliau dapatkan sewaktu di Madinah, tidak sepenuhnya dapat diterapkan di Indonesia. Bagi Gus Yus, harus ada modifikasi dan kreasi ummat, untuk menghadirkan tampilan Islam yang lebih sesuai dengan kemampuan ummat. Inilah, bentuk keluwesan beliau dalam. memahami syari’at Islam.Karena luwes, Gus Yus pun tidak memaksakan formalisasi syari’at secara kaku. dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Makanya, beliau tidak ngotot seperti sebagian anggota DPR yang lain untuk melaksanakan kembali Piagam, Jakarta. “Beliau telah sebegitu rupa taslim terhadap keputusan final pancasila. Bahkan, kiai yang dikenal cerdas ini sangat getol memperjuangkan Pasal 29 Undang undang Dasar 1945 agar tetap dipertahankan, saat ramai amandemen yang lalu,” tutur Gus Mamak, Ketua DPRD Kabupaten Jember. Namun demikian, Gus Yus tetap berjuang: bagaimana nilai nilai Islam mewarnai kandungan hukum positif negara ini. Beliau hanya mengisi, bagaimana segala bentuk perundang undangan yang dilahirkan oleh DPR RI, dapat mengambil nilai nilai Islam yang sangat adiluhung itu. Selain itu, Gus Yus juga dikenal memiliki karisma besar. Kalau ceramah,nada suaranya yang besar benar benar menghanyutkan. Ketokohannya luas. Di mata koleganya, kiai penuh energik ini juga terkenal dengan kecerdasannya. Percik pemikiran beliau juga dikenal sangat visioner. Tidak salah, kalau banyak orang menyebut Gus Yus sebagai foto copy Kiai Achmad Shidiq. Karena, beliau mewarisi kiai pencetus Kembali ke Khittah itu: baik akhlak, intelektualitas, gaya orasi maupun diplomasinya. Beliau termasuk ulama langka. Seorang intelektual ulama dan ulama intelektual. Di samping memiliki wawasan keislaman dan umum, beliau juga seorang ‘komunikator’ yang handal, baik pada rakyat jelata hingga pejabat teras negara. Sebagai komunikator yang handal, kemampuan Gus Yus memang tidak diragukan lagi. Ketika berhadapan dengan masyarakat awam misalnya, beliau mampu mentransformasikan ide dan gagasannya dengan baik. Ketika berhubungan dengan kalangan menengah ke atas, Gus Yus mampu berkomunikasi dengan baik. Begitu halnya, tatkala berhadapan dengan mahasiswa dalam sebuah seminar atau diskusi di kampus kampus, beliau pun dapat tampil.memukau dan memberi decak kagum. Bahkan, ketika berhadapan dengan penguasa sekalipun, Gus Yus mampu tampil secara piawai. Tanpa mengurangi wibawanya, beliau dikenal dapat berdiskusi secara familiar dengan siapapun. Kepergian beliau membuat banyak orang merasa kehilangan, baik sebagai sahabat, orang tua dan guru. Tidak hanya warga Jember, melainkan seluruh masyarakat Jawa Timur dan rakyat Indonesia umumnya, yang merasakan jerih perjuangannya di parlemen. Kini, Gus Yus telah berpulang. Jasadnya akan kembali menyatu dengan tanah, tapi namanya tetap harum. Jasanya akan dikenang. Jika harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, maka Gus Yus meninggalkan jasa. Ya ayyu han nafsul muthmainnah. lrji’i ila robbiki radliyatan mardliyyah. Fadkhuli fi’lbadi. Wad khuli jannati. Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah pada Tuhanmu dengan jiwa yang ridlo dan diridlo’i. Masuklah dari kalangan para hamba Ku. Dan masuklah ke dalam surga Ku.Wallahu’alam. [tim] Sumber: Gus Yus Dari Pesantren Ke Senayan, Halaman 42 – 46

Gus Yus dan dunia politik

gus yus

Kala krisis ekonomi pada tahun 1997, Gus Yus cbersama sama dengan ulama NU melakukan istikharah. Hasilnya, meminta agar Soeharto presiden otoriter yang maha kuat, saat itu turun. Tapi, sebelum berhasil bertemu, Soeharto sudah mundur. Pada 11 Mei 1998, sepuluh hari sebelum Soeharto lengser, Gus Yus mengajak H. Madini Farouq, keponakannya yang sekarang juga Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa Jember, untuk mengunjungi sejumlah kiai sepuh di Pantura. Mulai KE Abdullah Faqih Langitan, KH Maimun Zubair Sarang Rembang, KH Cholil Bisri clan KH Mustofa Bisri, keduanya sama sama di Rembang. Juga, KH Sahal Mahfudz, di Kajen Pati. Setelah Soeharto lengser, peta politik berubah. Kran demokrasi yang selama 32 tahun dibelenggu. oleh tangan besi Soeharto telah pudar. Rakyat yang tidak lagi puas dengan keadaan politik waktu itu, menuntut aspirasinya diwadahi oleh partai partai baru yang lebih representatif Makanya, masa transisi reformasi diwamai oleh unjuk kekuatan sejumlah partai baru. Tak terkecuali warga NU. Mereka berkeinginan memiliki partai baru yang betul betul menjadi “rumah” nya. Gus Yus, menjadi salah satu tokoh yang menentukan, saat itu. Bahkan, dalam pertemuan di Rembang, Gus Yus dimasukkan menjadi salah satu tim berdirinya partai. Selanjutnya, ketika Partai Kebangkitan Bangsa dide klarasikan, Gus Yus diangkat sebagai salah satu anggota Dewan Syuro DPP partai bemomor urut 15 tersebut. Mengapa tiba tiba Gus Yus berubah pikiran untuk menerjuni dunia politik yang menurut banyak orang kotor ?. Bagi beliau, pada dasamya wilayah politik adalah wilayah terhormat karena menyangkut urusan kepentingan clan kebutuhan orang banyak. Karena itulah, makanya berpolitik menjadi tak bisa dihindari dalam kerangka amar ma’ruf nahi mungkar. ” Nah, justru kalau tidak dimasuki kiai sebagai penjaga mo ral, berarti sama dengan membiarkan politik itu kotor”, tukasnya dalam sebuah wawancara di Muktamar NU, Solo (28/11). Karena ini, bisa jadi politik merupakan sebuah kewajiban. Karena, urusan politik menyangkut legislasi yang merupakan hajat hidup banyak orang. Dengan begitu, kata kiai yang pemah mengajar di STAI lbrahimy Banyuwangi, politik hanya digunakan sebagai wasilah, bukan ghayah untuk kemaslahatan ummat. Politik pada mana menggunakan kekuasaan sebagai penopangnya sesungguhnya sangat efektif untuk melakukan perubahan sosial. Siapa yang dapat mengubah struktur sosial yang tidak adil, jika ummat hanya berkutat di media kultural, tanpa ada penopang media struktural yang memperjuangkannya. Misalnya partai. Pun, bahwa jalur struktural (baca: politik) sangat dahsyat untuk melakukan pembelaan terhadap mereka yang selama ini tertindas. Karir politik Gus Yus semakin meroket. Setelah menjadi anggota Dewan Syuro, beliau juga didaulat menjadi anggota DPR RI Partai Kebangkitan Bangsa periode 1999 2004. Rentang waktu itu juga, beliau dipilih teman teman sejawatnya untuk untuk menjadi Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa MPR RI. Pada saat yang sama, Gus Yus dipilih untuk menjadi Ketua Pansus Amandemen UU NO. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU NO. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Tahun 2000, putra Jember ini dicalonkan oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa menjadi Bupati Jember, tapi takdir Allah menghendaki beliau untuk tetap aktif di Jakarta agar secara nasional lebih luas media perjuangannya. Pada pemilu legislatif April 2004, beliau terpilih kembali menjadi duta rakyat Jember di Senayan. Gus Yus menjadi anggota DPR RI yang kedua kalinya, periode 2004 2009. Selang waktu yang tidak lama, beliau juga didaulat menjadi Ketua Komisi VIII DPR RI yang membidangi masalah agama, sosial dan pemberdayaan perempuan. Di komisi ini, Gus Yus pernah berkelakar menyebutnya dengan “Komisi akhirat”. Entah, apa maksudnya. Tapi, menurut Muhaimin Iskandar, ini lantaran Depag Pusat terlihat departemen yang paling korup yang harus direparasi. Di mata koleganya, Gus Yus merupakan sosok politisi ulung nan gigih. Beliau juga memiliki idealisme yang kuat. Selain itu, sosok kiai yang senang menonton Piala Dunia ini juga dikenang dengan joke joke nya yang segar. Bahkan, siang hari sebelum kecelakaan pesawat itu terjadi, beliau sempat mengeluarkan humor yang membuat gelak tawa rombongan Mensos, Bachtiar Chamsah. Sehingga rapat yang berlangsung selama lima jam itu jadi tidak terasa gerah. “Pak Menteri tidak sedang menyaksikan action di film lo. Tapi, ini riil. Orangnya ada di sini. Jadi bukan film”, kata Gus Yus dengan sangat meyakinkan, begitu anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Marissa Haque yang juga bintang film itu, mengajukan pertanyaan dan pendapat dalam rapat kerja tersebut. Sontak, Bachtiar Chamsah yang pernah menjadi anggota DPR RI ini tertawa. Begitu pula peserta yang lain. Menurut KH Lutfi Achmad, pengasuh PP Madinatul Ulum Jenggawah, ada 3 karakteristik sosok Gus Yus yang dikenalnya: akomodatif, kaya ide dan sangat toleran. Menurut kiai yang juga Ketua DPD PAN Jember ini, almarhum selalu menampilkan ketiga sikap dlm menghadapi berbagai persoalan di gedung DPR RI. “Thd setiap pendapat yg muncul, sikap akomodatif ini tampak dan dengan itu, beliau dikenal sebagai tokoh yang akomodatif. Soal ide brilian, tidak diragukan lagi. Selalu muncul ide ide baru dalarn membahas persoalan di masyarakat sebagai seorang politisi, ujarnya. Demikian halnya, ketika Memorandum I & Memorandum 2 dari DPR RI terhadap Presiden Abdurrahman Wahid. Persahabatan dengan KH Lutfi yg juga anggota DPR RI dari PAN ini tetap berjalan dengan baik. Buktinya, keduanya tetap naik kereta Sby Jbr bersama. Soal ide yang brilian, Azwar Anas, anggota DPR RI periode 2004 2009 ini juga menyatakan kekagumannya. Anas sendiri, sebelum ini menjadi DPR RI masa bakti 99-04. Dalam pandangan Anas, sosok Gus Yus benar benar bisa menjadi panutan kaum muda & politisi sekarang ini. Kiai ini, kata Anas, mampu meletakkan dua posisi sekaligus dalam waktu bersamaan. Yaitu sebagai kiai & juga politisi. Saya melihat ketika menjadi panitia ad hoc, Gus Yus banyak mengungkapkan gagasan gagasan yang brilian, tegas dan memberikan alternatif solusi, ujar Anas yang juga mantan Ketua Umurn IPNU ini. Anas merasa terpukul karena pagi hari, sebelurn Gus Yus meninggal sore harinya, bertemu dengannya. Sementara itu, menurut Ali Mudlori, Wakil Sekretaris FKB DPR RI asal Lumajang ini, Gus Yus telah menjadi guru dan panutan dalam aspek kehidupan. Meski sekian lama terjun di dunia politik, akan tetapi di DPR RI, Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa periode 1999-2004 ini tidak hanya dikenal sebagai politisi, melainkan juga kiai yang paham politik. “Beliau tak hanya dikenal sebagai politisi, tapi juga kiai yang paham politik. Saat salaman, teman teman di FKB tetap mencium tangan Gus Yus”, tukas Ali yang

SOSOK GUS YUS MENURUT TEMAN SEPERJUANGAN

Gus Yus dan Gus Dur

KH Muhyiddin AbdusshomadHM Madini Farouq, S.SosDrs H Alfan Jamil, MSiHM Misbahus Salam, SAg, MAgMN Harisuddin, SAg, M.FiLlAryudi A. RazaqMoch Eksan, S.Ag Saat membesuk Gus Yus panggilan akrab Drs KH Yusuf Muhammad LML di Rumah Sakit Islam Sukoharjo, Drs KH Hasyim Muzadi, Ketua Umum PBNU, menyatakan, bahwa beliau mati “syahid”. Selain karena akibat kecelakaan Pesawat Lion Air di Bandara Udara Adi Sumarno Solo, juga karena hendak menghadirl Muktamar NU ke 31. Sehingga, kendatipun sudah tiada, sesungguhnya beliau tetap ada. Sosok, pemikiran dan perjuanganya tetap hidup dalam ranah kehidupan umat dan bangsa. Umat dan bangsa ini akan selalu mengenang jasa jasanya selagi masih hidup. Banyak kalangan menilai Gus Yus adalah “ulama politisi”. Seorang kiai yang tidak sekadar sebagai pengasuh pesantren, melainkan juga sebagai wakil rakyat di Senayan. Hal itu tidak lepas dari kemauan dan kemampuannya dalam Fiqh Siyasah. Suatu bidang dalam diskursus khasanah Islam kontemporer yang mengemuka pada dekade 90 an di Indonesia. Ini pula yang menjadi back ground dari inisiasinya dalam menggulirkan ide berdirinya partai politik di kalangan NU. Dalam berbagai kesempatan, Gus Yus seringkali mengutarakan bahwa pada Kamis Malam, 21 Mei 1998, setelah Presiden Soeharto menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI yang diduduki selama 32 tahun, beliau menelpon KH Mustafa Bisri soal pentingnya menggulirkan ide berdirinya partai politik di kalangan NU. Ide ini disambung luas oleh banyak kalangan dan kemudian bak snowball (bola salju) yang menggelinding semakin membesar. Akhirnya, PBNU mau tidak mau mesti memfasilitasi akumulasi keinginan tersebut. Dan, pada Kamis, 23 Juli 1998 mendeklarasikan PKB sebagai partai “sayap politik” NU. Peran Gus Yus boleh dibilang sangatlah besar dalam mendirikan PKB. “Ilham” itu asal muasalnya muncul dari beliau. Kendatipun beliau hanya tercatat sebagai Anggota Dewan Syura DPP PKB. Namun, seandainya “ilham” itu tidak diinstitusionalisasikan melalui struktur NU dan jaringan kulturnya, maka PKB itu akan menjadi partai politik layaknya PKU yang dirintis oleh KH Yusuf Hasyim,Ir Salahuddin Wahid, atau PNU yang dibidani oleh KH Syukran Makmun, dan atau Partai Sunni yang dilahirkan oleh Abu Hasan, MA. Tak terbayangkan, PKB akan lolos electoral threshold dan menduduki posisi ketiga dalam perolehan suara dua kali pemilu pasca reformasi. Gus Yus patut disebut sebagai “inisiator” PKB. Di samping, KH Ilyas Ruchyat, KH Abdurrahman Wahid, KH Moenasir Ali, KH Muchith Muzadi, dan KH Mustafa Bisri yang disebut sebagai “deklarator” PKB. Antara “inisiator” dengan “deklarator” sama sama berjasa dalam membidani kelahiran partai berlambang bumi bulat tersebut. Kelahirannya merupakan persembahan “‘dari ulama untuk bangsa”. Sekaligus juga, merupakan entry point bagi peran para kiai NU dalam memanage pemerintahan dan masyarakat, yang sebelumnya dititipkan pada partai partai “anak jaman” Orde Baru. Di tengah tengah tarik menarik antara kelompok pro dan kontra amandemen UUD 1945, Gus Yus sebagai Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa MPR RI Periode 1999-2004 memainkan peran penting dan strategis. Bukan saja dalam proses penyusunan substansi melainkan juga finalisasi amandemen UUD 1945 dalam ST MPR 2002. Amandemen tersebut sangatlah menentukan sistem politik dan ketatanegaraan pasca Pemilu 2004. Sistern politik bicameral dan presidensil yang mulai diterapkan secara konsisten di Indonesia sekarang ini. Bahkan,bukan saja dalam hal itu, Gus Yus juga terlibat intensif dan langsung dalam menjabarkan amanat amandemen UUD 1945 berupa paket UU politik, baik UU No 31 Tahun 2002 tintang Partai Politik, UU No 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD clan DPRD, UU No 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan keduclukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, UU No 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maupun UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Paket UU politik di atas yang telah memastikan masa depan demokrasi dan demokratisasi bangsa dan negara ini di masa masa yang akan datang. Gus Yus adalah salah satu kiai NU yang tidak hanya mencukupkan perjuangan demokrasi dan demokratisasi melalui gerakan kultural sebagaimana yang dijalankan oleh NU selama rezim Orde Baru, melainkan juga harus melalui gerakan struktural sebagaimana yang dijalani oleh PKB pada Orde Reformasi. Semua itu adalah bukti bahwa Gus Yus pan Fiqh Siyasah yang memahami betul bagaimana relasi agama dan negara harus ditata dalam konteks Negara bangsa semacam Indonesia. Beliau seringkali menyebut “kaidah” Fiqh Siyasah, “al Nass ‘ala dini al mulkihi” (Manusia tergantung pada agama penguasanya). Hal itu senada dengan pandangan Imam al Ghazali tentang peran komplementasi agama dan kekuasaan yang antara satu sama dengan yang lainnya saling menguatkan. Sumber: Gus Yus Dari Pesantren Ke Senayan, Halaman 01 – 07

GUS YUS ROIS SURIYAH MASA DEPAN

gus yus

KH Ali Maschan Musa (Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur Saya kenal Gus Yus sebagai sesama aktifis PMII tahun 1970 an. Bahkan, di salah satu kongres PMII, saya juga ketemu. Selain itu, beliau juga saya kenal baik, ketika aktif bahtsul masa’il Syuriyah PWNU Jawa Timur. Bahkan, banyak orang pernah rasan rasan, Gus Yus itu “Syuriyah” masa depan.Menurut saya, pernikiran beliau sangat nasionalis dan pernahaman agamanya kompprehensif. Kalau orang mengatakan, Gus Yus itu keras dan kaku. Tapi, bagi saya, ini hanya ekspresif saja. Lebih merupakan keterbukaan sikap beliau. Toh, pandangan keagamaan negara, beliau tidak formalis. Pancasila baginya juga sudah dianggap final. Ini merupakan bacaan kontekstual beliau terhadap teks teks klasik kitab kuning. Makanya, saya melihat, komitmen nasionalisme beliau tinggi. Saya melihat, beliau juga telah menempatkan Nahdlatul Ulama pada tempat yang sebenarnya. Yakni, di aras pencerahan dan pemberdayaan ummat. Islam, juga telah dipaharni beliau sebagai rahmatan lil alamin. Beliau bersama KH Sahal Mahfudz dan KH Imron Hamzah juga mempunyai peran yang tidak kecil ketika mendirikan P3M Jakarta. Karena itu, pikiran pikiran bellau bukan liberal. Tapi, pikiran beliau kontekstual yang tidak transplantatif. Memang, beliau paharn gagasan Arkoun, Hasan Hanafl, Al Jabiri dan lain lain, tapi beliau tidak serta merta mentah mentah menerima pikiran mereka. Makanya, pernikiran bellau sangat kontekstual.Kalau di politik, saya melihat, beliau t1dak meninggalkan kekiai kiaiannya. Buktinya, saya sering diundang ke pesantren Darus Sholah. Tapi, hingga kini saya belum sempat ke sana. Karena waktu yang mepet. Ketika beliau berpolitik, saya melihat, beliau tidak memaknainya hanya pada konteks struggle power (perebutan kekuasaan), tapi hanya merupakan wasilah. Politik itu bukan maqashid. Di samping itu, Gus Yus mempunyai peran kuat dalarn amandemen UUD 1945, pemilihan presiden tidak langsung dan lain sebagainya. Ini karena, beliau. memiliki kelebihan yang utama: selalu bisa menyelesaikan persoalan. Rapat rapat yang dipimpin beliau., oleh karenanya, berlangsung sangat cepat. Beliau memang dikenal piawai mengambil jalan tengah sejak PMI1 dulu. Sumber: Gus Yus Dari Pesantren Ke Senayan, Halaman 47 – 48